Jejak Dia dalam Hidupku, Sampai Jumpa (^u^)/



Namanya Hilda, hari ini tepat 40 hari kepergiannya.

Da, Adek yang Whatsapp aku pukul 04.25 dini hari pada 16 Januari kemarin, saat notif yang ku lihat - yang diawali dengan Innalillahiwainnalillahiroojiuun itu, aku tidak menyangka sebelumya bahwa setelah kalimat itu ada namamu. Aku berpikir, mungkin itu kabar tentang anak yang sedang kamu kandung. Ah tapi aku lupa, ketika kehilangan anak pertama, tidak ada broadcast seperti itu bukan?.

Tanganku gemetar membacanya, aku menangis. Tangis yang lepas, aku jarang sekali menangis selepas ini, berjam-jam. Ya, tidak percaya, aku kehilanganmu sayang.

Aku tahu kamu sedang melawan pandemi ini, berbaring di rumah sakit. Saat kamu posting hasil swab dan pertanyaan bagaimana cara melawan ini apalagi sedang dalam kondisi hamil, aku tidak menjawab statusmu itu karena aku tidak tahu jawaban yang kamu pertanyakan (tapi kusesali karena kamu tahu aku bukan? aku bisa mencari jawaban itu, tapi tidak melakukannya), bahkan selang beberapa hari setelah itu kamu membuat permintaan maaf, aku juga tidak menjawab status terakhirmu itu (yang kusesali, aku tidak melakukan hal sama, meminta maaf ke kamu sebelum kamu pergi), semoga kamu benar-benar memaafkan semua kesalahan yang pernah aku perbuat sengaja ataupun tidak, tapi aku yakin sudah, maaf itu selalu ada, melihat hubungan kita yang semakin baik setelah masa lalu itu.

Aku sedikit menyesali kenapa tidak berkomunikasi di hari-hari terakhir, sekedar bertanya apa perlu bantuan. Semua itu urung sekali dilakukan, ya kita seperti sepakat, menjaga agar tidak mengganggu, menahan tanya, dan yang kupikirkan membiarkan mu beristirahat setenang mungkin, tanpa tanya-tanya yang menjengkelkan.

Tapi terima kasih, kamu tidak membuat aku menyesal untuk kedua kalinya. Ingat kan? Waktu kamu hamil anak pertama, kamu pengen banget makan dookki, minta traktir, dan aku mengiyakan. Hingga pandemi ini muncul, permintaan itu tertunda, dan kabar bahwa kamu kehilangan anak pertama terdengar, aku? Tentu menyesal dengan sangat. Tapi janji tetap janji bukan? Kita mengatur jadwal kembali, bertanya tanpa berharap atau berharap tanpa bertanya, aku tahu kamu mengingatkan aku, kamu bilang "Bisa kali traktir aku di ulang tahun besok." dalam postingan dookki yang akan grand opening di bulan kelahiranmu di Bekasi (tempat terdekat dari tempat tinggalmu sekarang, kami pertama kali makan dookki di Central Park, satu-satunya dookki yang baru ada di Indonesia kala itu) dan kami sepakat bertemu 20 Desember 2020 kemarin, iya menyelesaikan janji itu, Alhamdulillah. Saat pertemuan ini, aku belum tahu bahwa kamu sudah hamil lagi. Ah kita belajar dari semua pengalaman bukan? Berhenti bertanya tentang hal-hal sensitif yang tidak perlu keluar dari mulut kita dan kamu pun juga tidak mengabarinya. Tapi kamu dan mas Fentry memberitahu saat kita bertatap muka, ini semua membuat lega.  Tapi siapa yang menyangka, ini adalah hari terakhir kita bertemu, hari terakhir kita makan bareng, hari terakhir kamu merangkul tangan aku (iya da, gak akan ada lagi orang yang kalo ngajak jalan ngegandeng tangan, bersandar di bahu ku padahal orang bilang senderan sama orang kurus tuh gak enak), hari terakhir kita sholat bareng (meski gak jama'ah)

"Ih sholatnya didepan." Kata mu (kami berada di shaf paling belakang)

"Oke." Jawabku (Lagi kamu gandeng dan tarik aku ke depan - aku berulah ingin menuju shaf paling depan tapi kamu tahan di shaf ketiga)

"Katanya di depan, disana aja gimana?" (Nunjuk ke arah tempat sholat imam)

"Ya gak gitu!." (Dengan greget gaya caramu berbicara ditambah sedikit tawa),

hari terakhir kita cerita (meski gak banyak), hari terakhir kita foto bareng setelah sekian pertemuan gak ada sesi foto itu, hari terakhir kamu fotoin aku, hari terakhir kamu maksa aku, iya kalo dipikir-pikir kamu apa-apa suka memaksa - dan selalu paksa yang baik, maksa aku naik mobil pulang bareng kalian - kamu curang ngadu ke mas Fentry dan akhirnya dia ngomel ke aku wkwk (karena kalian melewati stasiun tujuanku) dan di mobil itu hari terakhir aku menggenggam dan menjabat tanganmu. Hari terakhir kamu bertanya "Udah sampai mana?". 

***

Aku dan Hilda sudah dipertemukan sejak lama, kalau orang nanya pasti dia jawab dari bayi, karena kami tinggal di perkampungan yang sama, satu RW. Terlebih sebenarnya kami satu TPA meski tidak se-sekat (kelas), entahlah itu yang aku ingat. Tidak banyak orang yang tahu tentang ini. Dengan sekolah SD yang berbeda, Hilda di MI sedangkan aku di SDN. Dan karena rumah Hilda yang berada di atas, sedang masjid berada dibawah, Hilda selalu melewati rumahku, aku lupa tapi kayaknya sesekali dia pernah menyamperku. Kelas 5 SD aku pindah, masih di kota yang sama, meski begitu aku tidak lagi ngaji ditempat yang sama. Kedekatan itu belum ada, entah sejak dulu aku seringkali membatasi diri.

Sejauh apa pun, menghindar sekali pun, jika memang ditakdirkan berteman kita bisa apa? Kami bertemu kembali di MTs, lagi-lagi kelas kami berbeda meski kali ini sebelahan, dia yang pertama kali menyadari kami satu sekolah, melihatku lebih dulu, inget sekali waktu di kantin ada yang titip salam - itu salam darinya, saat seseorang yang mengatakan salam itu dan aku bertanya dari siapa? orang itu menunjuk ke dalam kelas kearah orang yang dimaksud tapi aku tidak begitu memperhatikan - berlalu begitu saja, khawatir ini sebuah keisengan yang sering dilakukan para lelaki, tapi memang semalu-malu itu kami mengawali semuanya. Kelas delapan barulah dipersatukan dalam kelas yang sama, ah sampai sini jangan tanya soal kedekatan, posisi tempat duduk kami bertolak belakang (eh maksudnya dia paling belakang, aku di depan), ditambah dengan dia yang memiliki teman sepergengan, tidak pernah satu kelompok, tau kan zaman dulu tuh kalo kelompok belajar yang diminta buat sendiri ya ujung-ujungnya kembali ke temen se-geng atau biar mudah sekelompok dengan meja terdekat, dan yang menjadi kedekatan lainnya karena arah angkutan umum yang sama, arah rumah kita berbeda. Dan sekelas kembali di kelas sembilan, kali ini aku yang duduk paling belakang, dia paling depan :| seiring berjalannya waktu, tugas sekolah yang menumpuk, kelompok belajar yang hampir semua anak pasti kebagian satu kelompok, jadi kali ini lebih terbuka, mulai lebih banyak bercerita satu sama lain, main ke rumah satu sama lain. Kedekatan yang mengalir. Di kelas sembilan ini, aku pernah iseng jailin dia, jahil yang kalau dipikir-pikir dan orang banyak yang gak percaya, aku terkenal pendiam sekali di masa sekolah, aku membuat dia ke kamar mandi, sementara aku dan anak-anak yang lain membuat rencana (memasukkan tikus-tikusan kedalam tempat pensilnya), dia menangis, dia takut sekali dengan hewan-hewan yang berbulu banyak. Jangan khawatir, semua segera membaik, dan justru semakin berjalannya waktu - semakin dekat, meski sekolah SMA dan kampus yang berbeda, tetap berusaha bertemu dikesibukkan masing-masing, sempat berjarak karena pada masa SMA dia bucin sekali, tidak bisa melihat dan mendengar sekelilingnya dengan baik, pertengkaran terbesar kami disini (Ah bahkan saking sakit hatinya, aku membuatkan puisi ini: "Kau Seorang Agresor" ), pertengkaran yang sebenarnya sepele, tapi menyebalkan sekali, aku yakin hampir semua orang punya permasalahan ini.

Cuma sama sama dia, waktu lagi enak-enak tiduran di tempat tidurnya, dia belum mandi sore, tiba-tiba minta ke Ancol, jadi. Sampai sana menjelang magrib, duduk di pinggir pantai, ngegalau. Pulang sebelum malam semakin larut. Pernah juga mendadak minta ke kotu, cuma buat sekadar curhat. Pun random ke tempat lainnya sekadar cuma mau jalan aja - cari angin atau bengong bareng-bareng.

Cuma sama dia, baru lulus SMA dia ngajak ke Kebumen selama seminggu, sampai sekarang cuma ini main paling terjauh aku.

Cuma sama dia, ke mall makan yang dipengen terus sholatnya malah di kampus dia.

Cuma dia, orang yang tahu ketika aku benar-benar merasakan sakit yang luar biasa saat ada abses pada leherku, langsung segera ke rumah, nangis sejadi-jadinya, gak peduli kondisi rumah ku yang selalu ramai. Berusaha mengobati dan mencari jalan terbaik.

Cuma sama dia, aku berani nginep di malam takbiran dan pulang jam 4 subuh.

Cuma sama dia, lebih banyak ngobrolin soal akhirat.

Cuma sama dia, mengalami banyak momen, tahun baru bersama, ke toko buku atau event  book fair tiap tahun, galeri seni - museum, dan momen-monen lainnya yang gak pernah dilewati sama yang lain, selalu punya cerita tersendiri.

Cuma sama dia, ngerasa hal-hal yang dilewati bersama gak perlu selalu di foto, di update, lepas memegang ponsel dan benar-benar saling mendengarkan.

Cuma dia, yang semangat banget dan mendoakan segera menikah ".... 5 bulan lagi juga udah bakal punya suami"  bilang "Nikah itu enak serius", tapi beberapa hari pasca menikah bilang "Nikmati dulu semuanya, jangan nikah dulu, banyak yang gak enaknya ternyata." tapi yakini Allah benar-benar ngasih diwaktu yang tepat.

Cuma sama dia, hal-hal banyak dilalui dengan per-selisih-an (kebalikan), saat dia di Bekasi aku di Depok, saat aku ke Bekasi dia ke Depok. "Aku di Bekasi nih" - "Yah elah aku di Depok". "Aku di Depok nih" - "Aku di Bekasi" -_- (kebiasaan, kenapa gini amat sih). Dan ini juga terjadi setelah pertemuan terakhir itu, dia memutuskan berada di Depok selama dua minggu (akhir-awal tahun) ini waktu terlama dia ada di Depok setelah hari pernikahannya, yang biasanya hanya sehari-dua hari saja. Tanggal 3 Januari dia masih di Depok, dan aku di Bekasi. Tanggal 4 aku pulang ke Depok, dia pulang ke Bekasi. Selisih jalan.

***

Ini perbincangan yang sering sekali menjadi pembahasan kami, hutang-piutang. Kami berdua sepakat soal hal-hal yang tidak perlu dipaksakan hingga mengakibatkan hutang, "Kita gak tahu kapan kita mati, kalau mati sebelum hutang itu lunas gimana?".

Sepakat gak perlu menimbun atau menyimpan banyak uang, khawatir ketika pergi harta yang ditinggalkan justru membuat kekacauan, membuat pertengkaran, dan hal buruk lainnya yang bisa saja terjadi. Memerhatikan dan menyegerakan hal-hal yang dirasa harus dilakukan, "Udah beli aja, kita gak pernah tau besok masih megang apa ngga" - "Selagi masih hidup, gampang besok bisa cari lagi" (Seberapa yakin dan percaya akan janji-janji Allah bahwa rezeki sudah ada porsinya masing-masing, jalannya masing-masing, bentuk rezeki yang tiap orang berbeda, dan gak pernah khawatir jika semua-muanya melibatkan Allah). Seberapa gak pentingnya uang ataupun harta lainnya. Seberapa ikhlasnya sama hal apapun yang kapan saja bisa diambil. Nikmati selagi masih bisa, selama masih ada. Dan kesamaan rezeki paling berharga kami yaitu keutuhan keluarga.

Sepakat sekecil apapun janji tetap harus dipenuhi, pertemuan yang hanya sekedar main misalnya. Ah seringkali orang membatalkan janji main yang sudah dibuat dalam waktu lama dengan janji yang baru dibuat - alih-alih janji yang lebih penting. Pertemuan itu hanya soal mau atau tidak, bukan sibuk atau nggak. "Aku kangen, tapi lagi banyak kerjaan, kalau kamu yang kesini aja bisa?" sesimpel itu - meski bertemu 30 menit akan terasa berharga (Rasanya akan sangat berharga ketika sudah terjadi seperti ini bukan?, keberuntungan menyempatkan bertemu sebelum tidak bisa benar-benar bertemu lagi), kalau gak bisa berarti memang belum mau ketemu, karena badan yang emang jauh lebih butuh istirahat - dan tidak apa-apa mengatakan "Aku lagi capek banget, kurang tidur pula, besok-besok aja gimana?" (sebenar-benarnya capek dan pertemuan memang dirasa akan mengganggu), -  "Aku lagi gak ada uang" (yang sebenar-benarnya memang tidak ada sama sekali), seolah pertemuan selalu harus mengeluarkan uang yang begitu banyak padahal sekedar ada untuk ongkos aja cukup. Rasanya janji hanya boleh dibatalkan dengan hal-hal yang sangat darurat bukan dengan alasan yang dibuat-buat.

Sepakat apapun hal yang dikeluarkan dari mulut, sedikit atau banyak, sadar tidak sadar, semua bisa menyakitkan orang lain jika tidak dipikirkan dengan baik.

Sepakat seburuk apapun kita, kerabat-kerabat kita, tetap berusaha menemani itu lebih baik daripada pergi meninggalkan begitu saja tanpa berusaha saling mengingatkan lebih dulu, yakin "Segala yang baik bisa jadi buruk, yang buruk bisa jadi baik, baik tetap baik, dan buruk tetap buruk. Kita gak pernah tahu masa depan dan akhiratnya seseorang." meski kadang didampingi dengan "Iya niatnya baik merubah, tapi kalo kita yang berubah gimana?" merubah yang sebenar-benarnya tidak menjadikan orang lain, be yourself  dan pastikan tetap dijalan Allah.

Perlahan, kesepakatan yang berbentuk sepemikiran itu berjalan tanpa kata, memahami tanpa mengeluarkan kata, mampu merasakannya hanya sekadar bertatap mata. Ini komunikasi yang kebanyakan terjadi setelah beranjaknya dewasa, entah bagaimana Allah menyamakan dan menyatukan hati kami, kami pasti memahami jika ada hal-hal terjadi dan tidak diperlihatkan atau dibicarakan secara langsung.

***

Da, dihari kamu pergi, bapak rese banget bilang gini "Chattan sama siapa? Hilda ya? Kaka udah gak ada." - "Kasihan deh gak punya temen lagi" dan aku yang bisa-bisanya mikir iya juga ya, tapi yang semakin terasa justru gak ada lagi yang minta maaf dan bilang "Gausah di dengerin muu" ucapan yang sering kamu ucapin kalo bapak iseng banget jailin aku, saat aku pamit pulang dihari itu, bapak genggam tangan aku lama dan bilang "Eh Kaka kan udah gak ada, tapi tetep sering-sering main kesini ya, udah kenal banget kan sama semuanya (Bapak, Mama, dan Rahma)", aku tahu bapak yang masih ketawa dan gak terlihat sedih sama sekali, jusrtu yang paling merasakan sakit, sakit yang lebih sakit ketika bapak menyerahkan anak perempuannya pada lelaki yang ditetapkan Allah (suamimu). Bapak pulang ke Depok sebelum jadwal dia da - pulang dari kampung menemui mbah dan membawa semua titipan yang kamu kasih untuk mereka, harusnya dia pulang hari senin, tapi saat kabar itu bapak sudah berada di kereta dalam perjalanan pulang. 

Da, mama yang paling banyak menangis, aku yang baru kuat ke rumah kamu saat hari semakin siang, menemui mama, mama yang selalu menangis ketika orang-orang berdatangan dan bilang "Maafin kaka ya kalo ada salah." dan disertai cerita semuanya, mama juga berkali-kali bertanya "Semalam Kaka makan gak ya?", aku di rumah kamu sampai sebelum isya, menyaksikan langsung orang-orang yang silih berganti datang, bilang kamu orang baik, Insya Allah husnul khotimah, dan Syahid.  Aku juga memperlihatkan ke mama foto dan video terakhir kita, itu juga membuat mama menangis "Disimpen mu. Ya Allah pipinya berisi ya." Kemarin, 6 hari sebelum 40 harian kamu ini aku minta ke makam sebelum haid, maaf aku belum sama sekali pergi kesana. Kondisi disini sedang hujan yang terus menerus - berhari-hari, iya aku tahu hujan jangan terlalu sering dijadikan alasan, aku tetap ke rumah meski masih gerimis dan sempet berkeliling cari bunga mawar biru buat kamu, sayangnya aku gak dapet dan langsung ke rumah kamu aja, berharap sekali cuaca sedikit mendukung, nyatanya tidak - mama dan bapak juga bilang ditunda karena keadaan makam yang pasti tidak memungkinkan untuk didatangi, dan hei aku haid sebelum waktu ashar tiba.  Aku baru datang lagi ke rumah setelah terakhir kemarin 3 harian kamu, mas Fentry dan mama udah bilang kalo nanti barang-barang kamu dibawa ke rumah, aku disuruh ke rumah, dan maaf aku baru datang kembali hari ini, aku tidak menerima kerudung dan baju-bajumu, bilang akhir 2019 lalu kamu sudah memberikan aku baju yang dirasa kamu muat sama aku, dan hanya tersisa beberapa buku, buku yang lain sudah pada diambil sama mereka yang datang lebih dulu, tapi Alhamdulillah aku dapet buku sisa yang bagus-bagus sekali, ah buku bacaan kamu memang bagus semua bukan? dan di hari ini, mama mempercayakan aku untuk mengurus snack untuk acara hari ini, mama mau snack 40 harianmu berbeda.

Da, adek emang gak nangis pas aku dateng bahkan pas aku peluk, tapi sengeselinnya adek, dia juga berkali-kali bilang "Maafin kaka ya.", dia kehilangan suadara kandung satu-satunya, aku juga yakin air matanya gak pernah kering untuk kamu meski tidak terlihat orang lain, iya adek yang sering jadi temen berantem kamu pasti merasakan sedih yang luar biasa,  setelah sedih dan rasa kehilangannya saat kamu pindah ke Bekasi. Dan hei kita jadi sering banyak bertukar cerita, tentang hobi, dan tentunya tentang kamu.

Da, mas Fentry yang sangat kuat selama mendampingi kamu, pun sampai pemakaman akhirnya tangisnya pecah ketika selesai tadarus dan berdoa untuk kamu di magrib itu. Dia memilih berada di rumah Depok sebelum akhirnya kembali bekerja, tetap pulang ke Depok setiap libur, meski belum genap 3 tahun dia mengenalmu, dia yang berhasil menjemput dan mendampingi sisa hidup mu sangat memprioritaskan keluarga kamu, kamu benar - kamu beruntung bisa memilikinya begitu pun dia beruntung memilikimu, mama cerita bahkan setiap sore dia menangis, dia benar-benar mencintaimu Lillahi ta'alla. Ah aku tidak bisa banyak cerita tentangnya.

Da, belum kering air mata semua keluarga, 27 hari setelah kamu pergi, kabar mbah putri meninggal datang, kata adek mbah pengen banget kan ngeliat kamu dan cicit yang sedang kamu kandung, aku yakin sekali sekarang kalian sudah bertemu, Allah tidak mengizinkannya bertemu di dunia, melainkan langsung disana.

Da, terima kasih tidak pergi ketika dulu kita belum bisa mengerti satu sama lain. Terima kasih sudah kembali ketika sempat bertengkar, karena banyak yang justru pergi atau berjarak setelah pertengkaran dan maaf-maafan. Terima kasih sudah bertahan dan menerima atas segala kekurangan satu sama lain. Terima kasih selalu berusaha tidak menyinggung satu sama lain, dalam hal apapun itu. Terima kasih bisa sama-sama menempatkan diri kita berada di diri kita satu sama lain. Terima kasih bisa sama-sama tidak membatasi pergaulan atau pertemanan satu sama lain meski sebenarnya kadang juga ada rasa cemburu diantara kita, ketika yang lain terlalu berlebihan cemburu dan sengaja membuat jarak - merusak hubungan, kamu tidak. Terima kasih tidak pernah perhitungan untuk apapun itu. Terima kasih selalu menyisihkan uang untuk traktir aku. Terima kasih selalu mengutamakan menanyakan kabar - pun selalu kabar ayah dan mama. Terima kasih sering bertanya "Udah sholat belum?" dan mengingatkan "Jangan tinggalin sholat!". Terus tag mention soal hutang-piutang karena ada cerita masing-masing soal ini, berharap kita benar-benar mengikhlaskan apa yang orang lakukan terhadap kita bukan?, belajar bersama sebenar-benarnya ikhlas. Terus tag mention soal "minum air putih" yang banyak, khawatir aku mengalami efek samping yang mengerikan itu bukan?. Tag mention yang menunjukkan aku begitu berharga buat kamu, terima kasih sudah membuat aku begitu berharga. Terima kasih selalu menasehati dan mengingatkan aku dengan baik-baik tanpa terang-terangan. Terima kasih saat terakhir sedang merasakan sakit yang luar biasa, masih inget aku, sempet mention aku di akun ig Aulion (dan ini untuk kamu: [Stop Motion]: Sampai Jumpa Nur Hidayatul Fajriyyah , aku menganggap ini permintaan terakhir kamu). Terima kasih saat pertemuan terakhir kemarin, kamu memberikan aku kenangan berupa helm dookki (yang aku rasa itu keberuntungan, sekarang aku paham) "Da, kamu aja yang ambil kocokannya." aku bersyukur sekali dengan ini. Terima kasih selalu meyakinkan aku pasti bisa, mendukung aku, membuat arti kehidupan tersendiri buat aku, mendengar keluh kesah ku, membaca tulisan-tulisan ku. Terima kasih sudah menempatkan aku di sampingmu, bukan didepan atau belakang. Terima kasih tetap manja ke aku meski sudah memiliki suami. Terima kasih atas doa-doa kamu untuk aku, yang aku ketahui atau pun yang secara diam-diam. Terima kasih sudah pamit sebelum pergi, meski kita semua gak paham dan tau itu, termasuk kamu. Dan yang terpenting, terima kasih sudah selalu berusaha memulai semua hubungan ini duluan, terima kasih sudah berusaha mendekati dan meyakinkan aku duluan - pasti ada yang benar-benar bisa menerima keadaan kita selain keluarga, dan itu kamu.

***

Aku akan menyimpan ini disini karena banyak sekali kenangan yang sudah hilang tidak terselamatkan. Jikalau platfrom ini pada akhirnya akan mati, tidak apa, aku ikhlas. Aku hanya merasa perlu melakukan ini, terima kasih untuk kalian yang menyempatkan baca ini, jika ada diantara kalian yang mengenal dia, mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya untuk Hilda, dan jika berkenan kirim doa terbaik untuknya.

Ini kiriman berkesan terakhir dia pada Desember 2019 lalu, setelah hari ulang tahunnya, mengirimkan post @relatabledoodles dan ada 9 slide berisi:

When i moved out for university, i made new friends.

We partied a lot and spent so much time laughing together.

I spent less and less time with my old friends.

When i was feeling low... my new friends were nowhere to be found.

But you know who was there for me?.

My old friends.

It was from that moment i realised that true friendship is not just about having fun.

It's about being there for someone through ups AND downs.


Ini tulisan pertama ku, tentangnya : Kisah Nyata: Tetap Tawakkal, 2 Pengangguran Bisa Menikah

Semoga dari kedua tulisan ini memberikan pelajaran yang baik untuk semuanya.


Ini status terakhir dia untukku, 2018 lalu.


Chat dan dm terakhir

Foto terakhir